Kontra Terhadap Kebijakan Akuisisi Bulog di Kamboja: Mempertimbangkan Implikasi dan Alternatif yang Lebih Baik

Diterbitkan oleh Redaksi pada Sabtu, 15 Juni 2024 13:35 WIB dengan kategori Opini Suara Mahasiswa dan sudah 137 kali ditampilkan

Opini : Siti Mukaromah

Mahasiswa Manajemen Bisnis Syariah STEBI Batam

 

Kebijakan yang baru diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, untuk mengakuisisi sumber beras di Kamboja oleh Badan Urusan Logistik (Bulog), telah memicu perdebatan yang luas di masyarakat. Secara teori, kebijakan ini dimaksudkan untuk memperkuat kedaulatan pangan Indonesia dengan mengamankan pasokan beras dari luar negeri. Namun, di balik tujuan mulia tersebut, terdapat sejumlah pertimbangan serius yang perlu diperhatikan.

Salah satu kekhawatiran utama yang muncul adalah terkait dengan risiko ketergantungan yang baru. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada impor beras dari negara lain, mengandalkan sumber beras dari Kamboja dapat menghadirkan risiko geopolitik dan ekonomi yang tidak terduga. Indonesia akan menjadi rentan terhadap fluktuasi politik dan ekonomi di Kamboja, yang dapat berdampak langsung pada ketersediaan dan harga beras di dalam negeri.

 

Selain itu, masalah transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya beras di luar negeri juga perlu diperhatikan dengan serius. Bagaimana proses akuisisi dilakukan, bagaimana distribusi beras akan diatur, dan bagaimana manfaat dari akuisisi ini akan dirasakan oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan, semuanya memerlukan penjelasan yang jelas dan meyakinkan dari pemerintah.

Di sisi lain, kebijakan akuisisi ini juga menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya terhadap masyarakat lokal di Kamboja. Apakah akuisisi ini akan memberikan manfaat yang adil bagi mereka, ataukah justru berpotensi merugikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat? Pengalaman dari akuisisi sumber daya alam di negara-negara lain menunjukkan bahwa seringkali masyarakat lokal tidak mendapatkan manfaat yang sebanding dengan nilai sumber daya yang dieksploitasi.

 

Sebagai alternatif, sebelum terjun ke akuisisi besar-besaran di luar negeri, ada beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan kedaulatan pangan Indonesia secara lebih berkelanjutan.

Prioritas utama harus diberikan pada peningkatan produksi beras dalam negeri dengan cara yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ini termasuk dukungan yang lebih besar untuk modernisasi pertanian, penerapan teknologi pertanian yang lebih efisien, dan peningkatan produktivitas petani lokal.

Indonesia dapat memperkuat kerjasama dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Australia dalam pengembangan teknologi pertanian dan kebijakan pertanian yang berkelanjutan. Hal ini tidak hanya akan membantu memperluas sumber pasokan beras, tetapi juga mengurangi risiko ketergantungan pada satu negara saja.

 

Penting untuk mendorong penggunaan teknik pertanian yang berkelanjutan dan memberikan insentif yang lebih besar kepada petani untuk berinvestasi dalam peningkatan produksi beras. Pendekatan ini tidak hanya mendukung kedaulatan pangan jangka panjang, tetapi juga mempromosikan keberlanjutan lingkungan.

Selain meningkatkan produksi dalam negeri, pengelolaan stok beras strategis yang efektif juga dapat menjadi solusi untuk menghadapi fluktuasi pasar global tanpa harus terlalu mengandalkan impor atau akuisisi besar-besaran di luar negeri.

Kebijakan akuisisi Bulog di Kamboja mungkin memiliki tujuan yang baik untuk meningkatkan kedaulatan pangan Indonesia. Namun, untuk mencapai tujuan ini dengan efektif dan berkelanjutan, penting untuk mempertimbangkan semua risiko dan dampak yang mungkin timbul. Alternatif-alternatif seperti peningkatan produksi dalam negeri, kolaborasi regional, dan promosi pertanian berkelanjutan harus diprioritaskan dan dieksplorasi lebih lanjut sebelum keputusan akuisisi besar-besaran diambil.

Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya menguntungkan dalam jangka pendek, tetapi juga berkontribusi positif terhadap tujuan strategis jangka panjang Indonesia dalam mencapai kedaulatan pangan yang berkelanjutan dan stabil. Dengan pendekatan yang hati-hati dan berkelanjutan, Indonesia dapat mencapai kemandiriannya dalam pasokan beras tanpa mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan sosial di negara mitra seperti Kamboja.