Esensi Moratorium, Agenda Melindungi Ahok

Diterbitkan oleh pada Rabu, 20 April 2016 07:17 WIB dengan kategori Opini dan sudah 1.297 kali ditampilkan

Polemik sengit reklamasi Teluk Jakarta akhirnya selesai. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli, menghentikan sementara (moratorium) reklamasi Teluk Jakarta. Keputusan itu diambil dalam pertemuan bersama Menko Kemaritiman, Menteri Lingkungan hidup dan kehutanan dan Menteri KKP (diwakili), seperti dilansir Detik.com (Senin, 18/4/2016).

 


Lalu apa esensi dari moratorium itu? Pertama, semua bentuk pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta jelas dihentikan sementara sampai semua persyaratan, undang-undang dan peraturan dipenuhi. Dengan demikian jika ada gugatan dari pengembang, maka gugatan itu tidak bisa  lagi dialamatkan kepada Ahok sebagai Gubernur DKI tetapi beralih kepada Menko Kemaritiman.


Kedua, pasca moratorium tersebut, maka posisi Ahok di atas angin.Ahok akan bebas dari segala sasaran kontroversi reklamasi Teluk Jakarta. Selama ini, sudah tak terhitung serangan yang dialamatkan kepadanya. Hebatnya, Ahok tetap mampu bertahan dari serangan hingga puncaknya keluar moratorium dari Menko Kemaritiman dan Sumberdaya.


Ketiga, pemerintah pusat yang berkepentingan dengan reklamasi Jakarta Utara sepakat menyatakan bahwa reklamasi bukanlah hal yang salah. Namun regulasi terkait reklamasi harus diakui masih tumpang-tindih. Karena itu segala bentuk regulasi yang telah dikeluarkan, akan ditinjau kembali dan dipastikan dasar hukumnya. Ahok sendiri mengatakan bahwa akan mengusulkan Raperda baru terkait reklamasi itu kepada DPRD.


Keempat, bagian akhir dari polemik reklamasi itu adalah pengusutan sampai tuntas kasus suap yang melibatkan anggota DPRD dari Gerinda, Muhammad Sanusi dan Presdir Agung Podomoro, Ariesman Widjaja. KPK akan terus didorong untuk terus mengusut sejumlah anggota DPRD lain yang terlibat, termasuk anggota DPRD yang dibiayai pesiar ke Amerika dan dibeli mobil mewah Alphard. Pun staff khusus Ahok, Sunny Tanuwidjaja dan pemilik Agung Sedayu Group, Aguan Sugianto, akan turut diusut.


Jika lebih dicermati disposisi Ahok pada draft Raperda usulan DPRD dengan kalimat “Gila, kalau seperti ini, bisa pidanakorupsi”, maka indikasi Ahok terlibat suap menjadi terbantahkan. Lalu bagaimana perkembangan akhir soal pembelian Sumber Waras? Jika Fadli Zon menciptakan rumor bahwa Presiden Jokowi melindungi Ahok di kasus Sumber Waras, maka itu adalah fitnah belaka.


Fitnah Fadli Zon itu telah dibantah mentah-mentah oleh Menko Polhukam Luhut Panjaitan. Jika diteliti lebih jauh rumor yang diciptakan oleh Fadli Zon itu, maka terlihat ada kepanikan besar para lawan Ahok. Sinyal bahwa Ahok keluar sebagai pemenang di akhir laga, semakin besar. Fadli Zon pun panik, lalu menciptakan rumor. Dari fakta-fakta yang tersebar di media (tidak diulang-ulang di sini), maka semakin nampak kengacoan BPK dalam mengaudit Sumber Waras. Beberapa fakta pembelian itu terlihat jelas membantah temuan-temuan tendensius ala BPK. Apalagi Senin (18/4/2015), Fadli Zon sendiri telah terjun langsung ke Sumber Waras dan ia tidak bisa mengelak ketika fakta-fakta di lapangan disodorkan kepadanya.


Publik sekarang semakin tidak percaya akan hasil audit yang dilakukan oleh BPK. Alasannya, Kepala BPK DKI, Efdinal, yang menjadi biang kerok polemik Sumber Waras itu telah ketahuan konflik kepentingannya. Ia terbukti beberapa kali menawarkan  lahan sengketa TPU di Jakarta Timur untuk dijual kepada Pemrov, namu ditolak oleh Ahok. Efdinal sendiri telah dipecat dari jabatannya sebagai Kepala BPK perwakilan Propinsi DKI Jakarta. Kepercayaan publik atas kredibilitas BPK semakin turun ketika Ketua BPK, Harry Azhar Aziz, terlihat terang-terangan membohongi publik. Harry Azhar  mengeluarkan pernyataan bahwa dia tidak memiliki perusahaan offshore di negara tax heaven.


Faktanya, setelah ditunjukkan bukti-bukti, akhirnya Harry Azhar mengakui bahwa dia benar telah mendirikan perusahaan Sheng Yue International Limited itu, dan menjadi direkturnya sejak tahun 2010-2015. Publik semakin muak melihat tingkah ketua BPK itu ketika ia secara tergesa-gesa melaporkan kepada Jokowi soal kasus Sumber Waras itu. Setelah itu, secara kilat ia pergi menemui Dirjen Pajak untuk mengklarifikasi pajaknya. Hebatnya, secara sepihak Harry Azhar mengklaim dirinya sudah clear di Panama Papers itu. Luar biasa, dalam waktu singkat seorang ketua BPK, langsung clear dirinya di Panama Papers. Hancurnya harapan para penentang Ahok yang mengharapkan Ahok segera menjadi tersangka di Sumber Waras, terjadi ketika Ahok keluar dari pemeriksaan KPK tanpa memakai baju orange. KPK yang sebelumnya menyatakan bahwa tidak menemukan indikasi korupsi sekaligus niat jahat di Sumber waras justru akhirnya menemukan adanya niat jahat BPK dan para lawan Ahok.


Secara kasat mata, BPK ikut bermain politis bersama para penentang Ahok untuk menjegal Ahok kembali maju menjadi Cagub pada Pilkada DKI 2017 mendatang. Itulah niat jahat sejati mereka yang telah ditemukan KPK di Sumber Waras. Niat jahat yang ditemukan KPK terkait Sumber Waras itu semakin jahat ketika Fadli Zon dan kawan-kawan menciptakan rumor bahwa Ahok dibela oleh Presiden Jokowi. Ini adalah niat jahat luar biasa yang dialamatkan kepada seorang Presiden. Publik pun paham bahwa jika Ahok benar di Sumber Waras, mengapa ia harus dibela? Dan jika Ahok salah, mengapa juga dia harus dibela? Fakta-fakta kebenaran yang selama ini disembunyikan BPK, kini semakin terkuak di hadapan publik.


Fakta-fakta itu terlihat mengamini perkataan berani Ahok yang mengatakan bahwa jagoan akan menang di akhir laga. Arah kesimpulan KPK pun semakin jelas. KPK akan kembali menegaskan bahwa tidak ada indikasi korupsi di Sumber Waras dan niat jahat Ahok tidak ditemukan. Nah, jika demikian maka jelas Ahok di atas angin, polemik reklamasi pun selesai plus niat jahat beberapa pihak di Sumber Waras terbongkar. 


Sumber