Stunting: Faktor Penyebab dan Aksi Pencegahan
Oleh: Faizal Rianto, S.AP., MM., MPP
Dosen Program Studi Administrasi Publik - STISIPOL Raja Haji
Pemerintah Republik Indonesia saat ini sangat peduli dengan penurunan angka prevalensi stunting. Hal ini karena stunting masih menjadi tantangan kesehatan di Indonesia dengan angka prevalensi yang relatif tinggi, yakni sebesar 24,4%. Namun begitu, angka prevalensi stunting Indonesia telah menunjukkan penurunan semenjak beberapa tahun terakhir. Pada Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018, angka prevalensi stunting Indonesia adalah sebesar 30,8%. Angka tersebut turun menjadi 27,7% pada Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2019, dan pada Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, kembali mengalami penurunan hingga menjadi 24,4%. Keberhasilan pemerintah dalam menurunkan angka prevalensi stunting tentunya harus diberi apresiasi, dan hal tersebut tentu tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak yang mendukung strategi, aksi, dan kegiatan penurunan stunting.
Dikutip dari Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2018-2024, stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya.
Stunting memiliki dampak yang besar terhadap tumbuh kembang anak dan juga perekonomian Indonesia di masa yang akan datang. Dampak stunting terhadap kesehatan dan tumbuh kembang anak sangat merugikan. Stunting dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang anak terutama pada anak berusia di bawah dua tahun. Anak-anak yang mengalami stunting pada umumnya akan mengalami hambatan dalam perkembangan kognitif dan motoriknya yang akan mempengaruhi produktivitasnya saat dewasa. Selain itu, anak stunting juga memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, dan penyakit jantung pada saat dewasa (Buletin Jendela Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, 2018).
Faktor Penyebab
Stunting tidak muncul dengan sendirinya pada balita. Kondisi stunting tentu memiliki faktor-faktor penyebab yang menyebabkan kondisi tumbuh kembang anak menjadi terhambat. Studi tentang stunting juga banyak dilakukan di Indonesia dan beberapa menujukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting pada balita adalah pendidikan ibu, pendapatan keluarga, pengetahuan ibu mengenai gizi, pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, umur pemberian makanan pendamping ASI (MPASI), tingkat kecukupan zinc dan zat besi, riwayat penyakit infeksi, serta faktor genetik (Aridiyah et al., 2015; Ruswati et al., 2021). Sejalan dengan hal tersebut, secara garis besar, faktor-faktor sebelumnya dapat juga dibagi menjadi faktor ibu, anak, dan lingkungan (Nirmalasari, 2020):
- Faktor ibu dapat meliputi usia ibu saat hamil, lingkar lengan atas ibu saat hamil, tinggi ibu, pemberian ASI ataupun MPASI, inisiasi menyusui dini dan kualitas makanan.
- Faktor anak dapat berupa riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) ataupun prematur, anak dengan jenis kelamin laki-laki, adanya riwayat penyakit neonatal, riwayat diare yang sering dan berulang, riwayat penyakit menular, dan anak tidak mendapat imunisasi.
- Faktor lingkungan dengan status sosial ekonomi yang rendah, pendidikan keluarga terutama ibu yang kurang, pendapatan keluarga yang kurang, kebiasaan buang air besar di tempat terbuka seperti sungai atau kebun ataupun jamban yang tidak memadai, air minum yang tidak diolah, dan tingginya pajanan/paparan pestisida juga berkontribusi dalam menimbulkan kejadian stunting.
Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2018-2024 juga merumuskan penyebab-penyebab yang langsung berpengaruh maupun tidak langsung berpengaruh terhadap stunting pada balita. Penyebab langsung mencakup masalah kurangnya asupan gizi dan penyakit infeksi. Sementara, penyebab tidak langsung mencakup ketahanan pangan (akses pangan bergizi), lingkungan sosial (pemberian makanan bayi dan anak, kebersihan, pendidikan, dan tempat kerja), lingkungan kesehatan (akses pelayanan preventif dan kuratif), dan lingkungan pemukiman (akses air bersih, air minum, dan sarana sanitasi).
Aksi Pencegahan Stunting
Lantas, bagaimana cara mencegah terjadinya stunting? dokumen Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2018-2024 merumuskan dua jenis intervensi dalam upaya pencegahan stunting. Intervensi tersebut menyasar penyebab langsung dan tidak langsung dari stunting melalui pendekatan menyeluruh yang mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Intervensi gizi spesifik menargekan ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia 0-23 bulan (sasaran prioritas), remaja putri dan Wanita usia subur, dan anak usia 24-59 bulan (sasaran penting). sementara intervensi gizi sensitif mencakup ketahanan pangan (peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan); (b) peningkatan akses pangan bergizi; (c) peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak; dan (d) peningkatan penyediaan air bersih, air minum, dan sarana sanitasi.
Namun, upaya-upaya pencegahan stunting tidak hanya dapat dilakukan melalui intervensi-intervensi tersebut. Beberapa literatur juga mencatat bahwa aksi dan kegiatan lainnya, seperti pendampingan dan pengabdian kepada masyarakat, juga dapat menjadi salah satu bentuk dalam pencegahan stunting. Melalui kegiatan pendampingan, Kader Cegah Stunting dapat dibentuk didaerah-daerah yang rentan terhadap stunting. Para kader tersebut, kemudian, dapat menjadi ujung tombak dalam mendiseminasikan pengetahuan dan informasi untuk mencegah stunting diwilayahnya. Tidak hanya itu, kegiatan-kegiatan pengabdian kepada masyarakat perguruan tinggi seperti penyuluhan dan sosialisasi juga berperan dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk pencegahan stunting (Hamzah dan Hamzah, 2020; Wardani et al., 2022). Kegiatan pengabdian pada masyarakat dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman serta peran serta masyarakat dalam program pencegahan dan deteksi dini stunting pada balita. Hal ini, diharapkan akan dapat memotivasi masyarakat secara langsung untuk ikut serta memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anaknya sehingga pertumbuhan dan perkembangannya dapat optimal (Laili dan Andriani, 2019).
Daftar Pustaka
Aridiyah, F. A., Rohmawati, N., dan Ririanty, M. 2015. Faktor yang Mempengaruhi Stunting pada Balita di Pedesaan dan Perkotaan. Pustaka Kesehatan, Vol. 3, No. 1, Hal. 163-170.
Hamzah, St. R., dan Hamzah, B. 2020. Gerakan Pencegahan Stunting Melalui Edukasi pada Masyarakat di Desa Muntoi Kabupaten Bolaang Mongondow. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Indonesia. Vol. 1, No. 4, November 2020, Hal. 229-235.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Buletin Jendela Data dan Informasi Kementerian Kesehatan tahun 2018.
Laili, U., dan Andriani, D. A. D. 2019. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pencegahan Stunting. Jurnal Pengabdian Masyarakat Ipteks. Vol. 5 No.1, Juni 2019, Hal. 8-15.
Nirmalasari, N. O., 2020. Stunting Pada Anak: Penyebab dan Faktor Risiko Stunting di Indonesia. Awwam: Journal for Gender Mainstreaming. Vol. 14, No.1, Hal. 19-28.
Ruswati., Leksono, A. W., Prameswary, D. K., Pembajeng, G. S., Inayah., Felix, F., Dini, M. S. A., Rahmadina, N., Hadayna, S., Aprilia, T. R., Hermawati, E., dan Ashanty. 2021. Risiko Penyebab Kejadian Stunting pada Anak. Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas, Vol. 1, No. 2, Suplemen Desember 2021, Hal. 34-38.
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. 2019. Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2018-2014.
Wardani, N. E. K., Cahyani, T. I. P., dan Rijanto Pembentukan Kelompok Cegah Stunting (CENTING) Melalui Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat di Puskesmas Wilayah Rangkah. Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat, Vol. 5, No. 1, Januari 2022, Hal 98-104.