OJK dan BPS Umumkan Hasil SNLIK 2025: Literasi dan Inklusi Keuangan Masyarakat Meningkat Signifikan

Diterbitkan oleh Redaksi pada Jumat, 2 Mei 2025 18:00 WIB dengan kategori Jakarta dan sudah 247 kali ditampilkan

JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) resmi mengumumkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025. Hasil survei menunjukkan peningkatan signifikan pada indeks literasi keuangan yang mencapai 66,46 persen, serta indeks inklusi keuangan yang menembus angka 80,51 persen. Angka ini naik dibandingkan survei tahun sebelumnya yang mencatat indeks literasi sebesar 65,43 persen dan inklusi 75,02 persen.

Pengumuman disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, dan Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, di Kantor BPS, Jakarta.

SNLIK 2025 merupakan hasil kerja sama lanjutan antara OJK dan BPS, yang bertujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang kondisi literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia. Survei ini menjadi landasan penting bagi perencanaan program-program peningkatan inklusi dan literasi keuangan di masa depan.

Survei dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu Metode Keberlanjutan dan Metode Cakupan DNKI. Metode Keberlanjutan menggunakan cakupan sembilan sektor jasa keuangan yang konsisten dengan survei sebelumnya, sementara Metode Cakupan DNKI memperluas cakupan dengan memasukkan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, koperasi simpan pinjam, aset kripto, PT Pos Indonesia, hingga lembaga penjaminan.

Hasilnya, Metode Keberlanjutan mencatat:

  • Indeks literasi keuangan: 66,46%

  • Indeks inklusi keuangan: 80,51%

Sedangkan Metode Cakupan DNKI mencatat:

  • Indeks literasi keuangan: 66,64%

  • Indeks inklusi keuangan: 92,74%

Selain itu, literasi keuangan syariah berada pada angka 43,42%, dan inklusi keuangan syariah hanya mencapai 13,41%.

Survei dilakukan dari 22 Januari hingga 11 Februari 2025 di 34 provinsi, mencakup 120 kota/kabupaten, dengan total responden sebanyak 10.800 orang berusia 15–79 tahun. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara stratified multistage cluster sampling, memastikan keterwakilan yang proporsional dari berbagai latar belakang geografis, demografis, dan sosial-ekonomi.

Temuan Utama Berdasarkan Metode Keberlanjutan:

  • Wilayah: Indeks di perkotaan lebih tinggi dibanding perdesaan (literasi: 70,89% vs 59,60%; inklusi: 83,61% vs 75,70%).

  • Gender: Laki-laki sedikit lebih unggul dalam literasi (67,32% vs 65,58%), tetapi inklusi hampir seimbang.

  • Usia: Kelompok 18–35 tahun memiliki indeks tertinggi baik untuk literasi maupun inklusi; kelompok 51–79 tahun terendah.

  • Pendidikan: Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi indeks literasi dan inklusi. Lulusan perguruan tinggi memiliki indeks literasi tertinggi (90,63%).

  • Pekerjaan: Pegawai/profesional dan pengusaha mendominasi indeks literasi dan inklusi tertinggi. Sebaliknya, petani, nelayan, dan masyarakat yang belum bekerja mencatat angka terendah.

Temuan Berdasarkan Metode Cakupan DNKI:

  • Wilayah perkotaan mencatat literasi 71% dan inklusi 94,48%, sedangkan perdesaan 59,87% dan 90,03%.

  • Gender: Literasi laki-laki 67,53%, perempuan 65,73%; inklusi keduanya hampir setara (sekitar 92,7%).

  • Kelompok usia 18–35 tahun tetap mendominasi indeks tertinggi.

  • Lulusan perguruan tinggi mencatat literasi 90,63% dan inklusi hampir sempurna, yakni 99,10%.

Melalui hasil ini, OJK dan BPS menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan, terutama untuk kelompok rentan seperti masyarakat pedesaan, usia lanjut, dan mereka dengan pendidikan rendah. Program edukasi dan akses ke layanan keuangan akan terus diperluas agar manfaat sektor keuangan dapat dirasakan merata oleh seluruh lapisan masyarakat.

Berita

Berita 2