Melawan Tekanan Digital dengan Ketenangan
Oleh: Sheila Lathifatul Adawiyyah
mahasiswa Jurnalistik dari Politeknik Negeri Jakarta
OPINI - TERKININEWS.COM - Di tengah arus informasi yang terus mengalir tanpa henti, notifikasi yang datang bertubi-tubi, dan budaya serba instan yang menuntut segalanya serba cepat, banyak orang merasa hidup seperti sedang mengejar sesuatu yang tidak jelas ujungnya. Setiap hari, kita dihadapkan pada tekanan untuk tetap produktif, responsif, dan relevan, seolah-olah jeda merupakan sebuah kemunduran.
Kita hidup dalam era digital yang seharusnya mempermudah, namun ternyata semakin banyak orang yang merasakan kelelahan secara emosional dan mental. Anehnya, kecepatan yang kita kejar tidak selalu berhubungan dengan makna hidup yang kita alami. Maka, timbul pertanyaan mendasar: apakah kita perlu selalu terburu-buru untuk merasakan keberhasilan? Ataukah ketenangan justru lebih mencerminkan kekuatan dan keberhasilan di zaman sekarang?
Tekanan Digital dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental
Sebuah studi dari Global Digital Wellbeing Report 2024 menunjukkan bahwa 73% responden usia produktif mengalami stres digital. Penyebab utamanya meliputi tekanan media sosial untuk selalu tampil sempurna, tuntutan multitugas yang konstan, serta hilangnya batas antara waktu kerja dan waktu pribadi akibat kemudahan akses teknologi. Bahkan, satu dari tiga pekerja generasi milenial menyatakan bahwa mereka mengalami kelelahan mental setiap hari. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini sudah menjadi isu yang lebih luas dalam masyarakat digital.
Stres digital tidak hanya berasal dari tumpukan pekerjaan, tetapi juga dari tuntutan sosial yang tidak terlihat—perasaan perlu untuk selalu hadir, responsif, dan tetap terhubung di dunia maya. Banyak individu merasa terjebak dalam kewajiban untuk "selalu terlibat", seolah-olah berhenti sejenak dapat menyebabkan mereka tertinggal. Dalam kenyataan ini, penting untuk menyadari bahwa tidak setiap kecepatan mengantarkan pada kesuksesan. Sebaliknya, banyak yang mulai memahami bahwa ketenangan dan kehadiran utuh dalam momen merupakan bentuk kekuatan baru yang justru membuat hidup lebih bermakna dan sehat secara mental.
Mindfulness: Menemukan Tenang di Tengah Hiruk Pikuk
Kesadaran penuh atau mindfulness semakin dikenal sebagai cara untuk mengatasi stres di era digital. Aktivitas ini mengajak kita untuk sepenuhnya hadir pada momen sekarang tanpa menghakimi.
Menurut Jon Kabat-Zinn, pelopor mindfulness modern:
"You can’t stop the waves, but you can learn to surf."
Kita mungkin tidak bisa menghentikan derasnya informasi, tetapi kita bisa belajar mengelolanya dengan lebih bijaksana.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mindfulness dapat mengurangi kecemasan, meningkatkan kualitas tidur, bahkan memperbaiki fokus dan produktivitas. Dengan demikian, tenang bukan berarti lambat—tenang justru bisa menjadi kekuatan baru di tengah era serba cepat.
Ketahanan Pribadi: Menjadi Individu yang Tangguh
Selain mindfulness, membangun resiliensi juga sangat penting untuk menjaga semangat tanpa merasa terburu-buru. Resiliensi adalah kemampuan untuk menghadapi kenyataan, mengendalikan emosi, dan beristirahat tanpa rasa bersalah. Ini bukan tentang menjadi kebal terhadap tekanan, tetapi tentang cara kita mengatasi stres dengan bijaksana.
Psikolog Angela Duckworth mendefinisikan karakter ini sebagai grit, yakni perpaduan antara semangat dan ketekunan jangka panjang. Ketahanan ini merupakan sumber motivasi sejati, bukan sekadar dorongan sementara dari faktor eksternal.
Di zaman yang serba cepat ini, keberanian untuk melambat dan tetap konsisten merupakan bentuk kekuatan. Kita tidak harus selalu bergegas karena terkadang, langkah perlahan justru membawa kita lebih jauh.
Solusi dan Aksi Nyata: Melambat tanpa Kehilangan Arah
Mencari motivasi di tengah dunia yang serba cepat bukan berarti harus mengikuti ritme yang memburu. Sebaliknya, keberanian untuk memperlambat langkah merupakan strategi penting untuk menjaga kesehatan mental dan tetap produktif dalam jangka panjang. Beberapa langkah nyata yang bisa diterapkan adalah sebagai berikut:
-
Tentukan Prioritas yang Sejati
Sering kali kita terjebak dalam daftar tugas yang tidak ada habisnya. Namun, tidak semuanya harus diselesaikan sekaligus. Memilih tiga hal paling penting setiap hari dan benar-benar fokus untuk menyelesaikannya jauh lebih efektif daripada mencoba mengerjakan semuanya secara setengah-setengah. Ingat, produktivitas bukan berarti selalu sibuk, tetapi mengetahui apa yang penting. -
Latih Mindfulness secara Rutin
Luangkan waktu lima menit setiap hari untuk duduk tenang, memperhatikan napas, atau sekadar menyadari perasaan yang kita alami. Ini dapat memberikan ruang untuk merenung di tengah kesibukan. Penelitian dari Harvard bahkan menunjukkan bahwa praktik mindfulness harian dapat mengurangi stres secara signifikan dan meningkatkan kejernihan berpikir. -
Ciptakan Batasan Digital yang Sehat
Teknologi memang memudahkan hidup, tetapi tanpa kendali, ia dapat menguasai kita. Tetapkan waktu untuk offline, seperti satu jam sebelum tidur tanpa gawai, atau waktu khusus untuk berkumpul dengan keluarga tanpa gangguan notifikasi. Tindakan disiplin kecil ini dapat berkontribusi besar terhadap peningkatan kualitas hidup sehari-hari. -
Tetapkan Interpretasi Sukses Versi Anda Sendiri
Kita kerap menilai diri berdasarkan pencapaian yang ditampilkan orang lain di media sosial. Padahal, sukses bukanlah kompetisi visual. Luangkan waktu untuk merenung tentang apa arti keberhasilan bagi Anda secara pribadi—apakah itu kebahagiaan, ketenangan, relasi yang sehat, atau kontribusi yang berarti. Dengan cara ini, motivasi muncul dari dalam diri, bukan dari ekspektasi luar. -
Jangan Sungkan Meminta Bantuan
Kesehatan mental adalah hal yang serius, dan tidak ada salahnya untuk meminta bantuan. Berdiskusi dengan psikolog, berbagi dengan orang terdekat, atau sekadar mengakui bahwa kita merasa lelah adalah bentuk keberanian, bukan kelemahan. Kita tidak perlu berjuang sendirian, karena menjaga kesehatan jiwa adalah tanggung jawab kolektif.
Ketika dunia bergerak begitu cepat, justru yang paling dibutuhkan adalah kemampuan untuk berhenti sejenak, menarik napas, dan menyadari apa yang benar-benar penting. Dalam zaman kebisingan digital, ketenangan menjadi kekuatan. Seperti yang diungkapkan oleh filsuf Lao Tzu:
"Keheningan adalah sumber kekuatan besar."
Menjadi tenang tidak berarti pasif, melainkan menyadari tujuan dan langkah yang diambil. Di tengah era yang serba cepat, mereka yang mampu melambatlah yang akan bertahan paling jauh.