Melawan Brain Rot, Menemukan Makna Hidup

Diterbitkan oleh Redaksi pada Senin, 26 Mei 2025 17:14 WIB dengan kategori Opini Suara Mahasiswa dan sudah 177 kali ditampilkan

Opini

Ditulis Oleh Rio Ferdinand

Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta

 

Melawan Brain Rot di Era Digital: Menemukan Kembali Fokus dan Makna Hidup

Dalam kehidupan modern yang ditandai oleh percepatan teknologi dan konektivitas tanpa batas, semakin banyak individu yang mengalami kelelahan mental yang sulit untuk dijelaskan secara sederhana. Kondisi ini sering kali muncul tanpa disadari, ditandai dengan tubuh yang terasa letih meskipun tidak melakukan aktivitas fisik yang berat, pikiran yang sulit berkonsentrasi, dan perasaan kosong atau hampa yang terus menghantui meski berbagai kemudahan teknologi berada dalam genggaman. Ironisnya, justru ketika manusia berada dalam lingkungan yang serba canggih dan penuh akses informasi, banyak yang merasa kehilangan arah, makna, bahkan semangat hidup. Fenomena ini kemudian dikenal dengan istilah brain rot, sebuah ungkapan populer yang menggambarkan degradasi atau penurunan kemampuan berpikir kritis dan mendalam. Hal ini seringkali dipicu oleh konsumsi informasi secara berlebihan namun dangkal, terutama melalui kebiasaan scrolling media sosial secara terus-menerus tanpa tujuan atau arah yang jelas. Seperti yang dilaporkan oleh The Guardian pada tahun 2023, fenomena ini semakin meluas seiring dengan gaya hidup digital yang menjadi bagian dari keseharian masyarakat saat ini.

Otak Kita Bukan Mesin Multi-Tasking

Psikolog Adam Gazzaley dalam bukunya The Distracted Mind menjelaskan bahwa otak manusia tidak dirancang untuk menerima rangsangan berlebihan secara simultan. Ketika notifikasi, video pendek, dan tren digital terus-menerus membanjiri perhatian kita, otak terjebak dalam siklus pemrosesan superfisial. Akibatnya, motivasi menurun, konsentrasi terganggu, dan kualitas hidup terancam (Gazzaley & Rosen, 2016).

Dampak Nyata Brain Rot

Fenomena ini bukan sekadar istilah trendi. Riset dari Journal of Behavioral Addictions (Montag et al., 2021) membuktikan bahwa penggunaan digital secara berlebihan menurunkan kemampuan kognitif dan meningkatkan stres. Menurut Harvard Business Review (2022), multitasking digital bahkan dapat mengurangi produktivitas hingga 40%. Ini adalah tantangan serius bagi generasi muda, profesional, hingga pemimpin masyarakat.

Empat Cara Mengatasi Brain Rot

  1. Pilih Kualitas daripada Kuantitas Informasi
    Cal Newport dalam bukunya Deep Work (2016) menekankan pentingnya fokus pada pekerjaan yang mendalam. Hindari distraksi dan alokasikan waktu khusus untuk berpikir reflektif.

  2. Batasi Konsumsi Digital
    Digital detox terbukti meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan mental (American Psychological Association, 2020). Tentukan jadwal penggunaan media sosial dan jangan biarkan ia menguasai hari Anda.

  3. Kembali ke Aktivitas yang Menenangkan
    Aktivitas seperti membaca buku fisik, berjalan di alam, atau bercengkerama dengan orang terdekat terbukti secara ilmiah menyehatkan pikiran (Frontiers in Psychology, 2021).

  4. Temukan Makna Hidup yang Lebih Dalam
    Viktor Frankl dalam Man's Search for Meaning (1946) mengingatkan bahwa manusia butuh makna, bukan sekadar kenyamanan. Refleksi seperti “Untuk apa saya melakukan ini?” dapat membantu kita mengarahkan ulang hidup.

Menata Masa Depan Dimulai dari Pikiran yang Sehat

Melawan brain rot bukan pekerjaan semalam. Ini adalah perjalanan membentuk pola pikir yang sehat, penuh makna, dan fokus di tengah arus digital yang tak kunjung reda. Dengan kesadaran dan disiplin, kita bisa mengubah tantangan ini menjadi peluang untuk tumbuh.

Seperti yang dikatakan Albert Einstein, “The world as we have created it is a process of our thinking. It cannot be changed without changing our thinking.” Mari jaga pikiran kita—karena masa depan ditentukan dari bagaimana kita berpikir hari ini.