Dibalik Kegagalan, Ada Cara Pandang yang Menentukan

Diterbitkan oleh Redaksi pada Senin, 2 Juni 2025 10:49 WIB dengan kategori Opini Suara Mahasiswa dan sudah 273 kali ditampilkan

OPINI:

Debyca Nabilah Dianti

Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta

 

Kegagalan kerap kali terasa seperti akhir dari segalanya. Saat impian tidak tercapai, usaha tak membuahkan hasil, atau harapan justru berbalik menjadi luka, mudah sekali kita terjebak dalam rasa kecewa yang dalam. Namun, tahukah kamu bahwa bagaimana kita memaknai kegagalan jauh lebih penting daripada kegagalan itu sendiri?

 

Menurut Dr. Angela Duckworth, psikolog dari University of Pennsylvania yang dikenal lewat konsep grit (ketekunan dan passion jangka panjang), orang-orang yang mampu bangkit dari kegagalan bukan selalu yang paling cerdas atau berbakat, melainkan yang mampu mempertahankan semangat dan pikiran positif di tengah situasi sulit (melansir TED Talk: Grit The Power of Passion and Perseverance, 2013).

 

Berpikir positif bukan berarti menutup mata dari kenyataan pahit, tetapi memberi diri kita ruang untuk bangkit dan mencoba lagi. Dalam dunia yang serba cepat dan kompetitif ini, kegagalan bisa jadi justru cara terbaik bagi kita untuk belajar, berbenah, dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat.

 

Gagal Itu Biasa, Bangkit Itu Pilihan

Tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang benar-benar lepas dari kegagalan. Baik itu dalam pendidikan, pekerjaan, hubungan, bahkan dalam hal-hal kecil sehari-hari kegagalan adalah bagian tak terelakkan dari proses hidup. Menurut psikolog klinis, Dr. Guy Winch, kegagalan adalah "pengalaman emosional yang kuat yang memicu rasa malu, frustrasi, hingga keraguan diri," namun bukan berarti ia harus menjadi akhir dari segalanya (melansir Psychology Today, 2017).

 

Yang membedakan satu orang dengan yang lain bukan seberapa sering mereka gagal, tetapi bagaimana mereka merespons kegagalan tersebut. Ada yang memilih untuk berhenti, menyerah, dan menyalahkan keadaan. Tapi ada pula yang memilih untuk memaknai kegagalan sebagai pelajaran, sebagai alarm untuk mengevaluasi, dan sebagai pijakan untuk mencoba kembali dengan cara berbeda.

 

Mengutip dari buku “Mindset” karya Carol S. Dweck, seseorang dengan growth mindset percaya bahwa kemampuan dan kesuksesan bisa terus berkembang melalui usaha, belajar, dan ketekunan. Ketika mengalami kegagalan, mereka tidak melihatnya sebagai kelemahan permanen, melainkan sebagai proses tumbuh.

 

Bangkit setelah gagal memang bukan hal mudah. Dibutuhkan kemauan untuk memaafkan diri sendiri, keberanian untuk menghadapi kenyataan, dan pikiran yang terbuka untuk belajar dari kesalahan. Namun, keputusan untuk bangkit selalu ada di tangan kita sendiri. Kegagalan mungkin tidak bisa kita hindari, tapi bangkit adalah pilihan yang bisa kita ambil dan itu menentukan masa depan kita.

 

Berpikir Positif, Modal Awal Bangkit Kembali

Kegagalan sering membuat kita merasa putus asa dan kehilangan arah. Namun, menurut Dr. Barbara Fredrickson, profesor psikologi dari University of North Carolina, berpikir positif bukan hanya membuat kita merasa lebih baik secara emosional, tapi juga membantu membuka pikiran untuk mencari solusi dan peluang baru (mengutip Journal of Positive Psychology, 2009).

 

Berpikir positif bukan berarti menutup mata terhadap kegagalan, tapi menerima kenyataan sambil tetap percaya bahwa kegagalan adalah bagian dari proses menuju keberhasilan. Sikap positif ini menjadi pondasi untuk membangun resilience atau daya lenting dalam menghadapi kesulitan.

 

Resilience: Seni Bertahan dan Tumbuh Lewat Luka

 

Resilience adalah kemampuan untuk bertahan dan berkembang meski menghadapi luka dan kesulitan. American Psychological Association menjelaskan bahwa resilience adalah proses adaptasi yang sehat di tengah tekanan dan kesulitan (melansir dari situs resmi APA).

 

Menurut Dr. Lucy Hone dalam TED Talk “The Three Secrets of Resilient People,” orang yang tangguh mampu memfokuskan energi pada hal-hal yang bisa mereka kendalikan, bukan tenggelam dalam kesedihan atau kegagalan. Resilience bukanlah kekuatan instan, tapi hasil dari pengalaman jatuh bangun dan pilihan untuk terus maju.

 

Kegagalan Bukan Titik Akhir, Tapi Titik Balik

Kegagalan sering dianggap akhir dari segalanya, padahal justru bisa menjadi awal yang baru. Psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo mengungkapkan bahwa kegagalan bisa menjadi momen refleksi dan titik balik untuk merancang ulang tujuan hidup (melansir Tirto.id).

 

John C. Maxwell dalam bukunya Failing Forward menegaskan bahwa perbedaan antara sukses dan gagal adalah bagaimana seseorang bangkit dan belajar dari kegagalan (melansir GoodReads). Melihat kegagalan sebagai titik balik membantu kita untuk tidak terjebak dalam rasa putus asa, melainkan menjadi pelajaran dan motivasi untuk melangkah lebih baik.

 

Cara Pandang Menentukan Jalan Hidup

 

Dari semua pembahasan di atas, jelas bahwa kegagalan adalah hal yang biasa, namun yang menentukan adalah bagaimana kita meresponnya. Berpikir positif dan membangun resilience adalah modal penting agar bisa bangkit dan melangkah maju.

 

Kegagalan bukan untuk ditakuti, tapi untuk dijadikan guru yang mengajarkan kita tentang kesabaran, ketekunan, dan keberanian. Jadi, jangan pernah biarkan kegagalan menjadi akhir cerita. Sebaliknya, jadikan ia sebagai titik awal yang kuat untuk meraih sukses di masa depan.