Motivasi sebagai Faktor Kunci dalam Proses Penyembuhan Penyakit
OPINI:
Sheila Lathifatul Adawiyyah
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
Tidak sedikit orang yang terjebak pada pemikiran bahwa kesembuhan dari penyakit sepenuhnya bergantung pada obat dan dokter. Perspektif ini tentu tidak salah, namun menjadi tidak lengkap apabila mengabaikan faktor-faktor psikologis yang juga berperan penting dalam proses penyembuhan. Salah satu faktor tersebut adalah motivasi, yakni dorongan internal yang membuat seseorang tetap berusaha untuk sembuh, meski sedang menghadapi kondisi fisik dan emosional yang melemahkan.
Motivasi bukan sekadar semangat atau sugesti positif yang bersifat sementara, melainkan aspek psikologis yang memiliki dasar ilmiah dan telah terbukti berpengaruh terhadap kondisi pasien. Dalam konteks penyembuhan, motivasi dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan, memperkuat imunitas tubuh, serta menurunkan tingkat stres dan kecemasan yang justru dapat memperburuk kondisi kesehatan. Dalam jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan (2020), disebutkan bahwa motivasi yang tinggi berkorelasi positif dengan adaptasi pasien terhadap penyakit kronis, serta mempercepat pemulihan melalui pengelolaan emosi yang lebih baik.
Penelitian-penelitian dalam bidang psikologi kesehatan juga menegaskan bahwa sikap mental, ketahanan psikologis (resiliensi), dan makna hidup yang dimiliki pasien merupakan elemen penting dalam mencapai hasil medis yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa penyembuhan adalah proses multidimensional, yang melibatkan interaksi antara tubuh, pikiran, dan lingkungan sosial.
Dengan demikian, menjadi relevan untuk mempertanyakan kembali: sejauh mana sebenarnya motivasi berperan dalam proses penyembuhan penyakit? Artikel ini akan membahas pentingnya motivasi dari sudut pandang ilmiah, serta pengalaman dunia medis yang mendukung pendekatan penyembuhan yang lebih menyeluruh dan manusiawi.
Motivasi dan Psikoneuroimunologi
Dalam psikologi modern, terdapat satu cabang penting yang menjelaskan keterkaitan antara kondisi mental dan respons biologis tubuh, yaitu psikoneuroimunologi (PNI). Psikoneuroimunologi merupakan studi multidisipliner yang mengkaji bagaimana sistem psikis (pikiran dan emosi), sistem saraf pusat, dan sistem kekebalan tubuh saling memengaruhi. Konsep dasar dari bidang ini adalah bahwa kondisi psikologis seseorang dapat secara langsung memengaruhi sistem imun melalui jalur neurologis dan hormonal.
Berbagai studi menunjukkan bahwa motivasi, harapan, dan sikap optimis mampu meningkatkan aktivitas sistem imun, seperti peningkatan jumlah sel limfosit dan natural killer cells (sel pembunuh alami) yang berperan penting dalam melawan infeksi dan sel-sel abnormal. Sebaliknya, emosi negatif seperti stres kronis, kecemasan, dan keputusasaan dapat memicu pelepasan hormon kortisol berlebih yang berfungsi menekan sistem imun tubuh. Akibatnya, tubuh menjadi lebih rentan terhadap infeksi maupun komplikasi penyakit.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sugianto, dkk (2020) dari Universitas Airlangga, pasien dengan motivasi tinggi menunjukkan peningkatan imunitas dan kepatuhan terhadap terapi medis secara signifikan dibandingkan pasien yang pasif dan kehilangan harapan. Hal ini sejalan dengan pandangan WHO yang menyebutkan bahwa kesehatan bukan hanya kondisi fisik yang bebas dari penyakit, tetapi juga kondisi mental dan sosial yang seimbang.
Studi Kasus dan Data dari Indonesia
Penerapan pendekatan motivasional dalam dunia medis di Indonesia telah menunjukkan hasil yang positif. Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, misalnya, pendekatan healing environment yang menggabungkan dukungan psikologis dan spiritual terbukti membantu pasien kanker menunjukkan respons pengobatan yang lebih baik. Menurut tim psikologi klinis rumah sakit tersebut (Kompas, 2021), pasien yang mendapat pendampingan motivasional cenderung lebih patuh pada terapi dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
Hal serupa tercermin dalam data Kementerian Kesehatan RI (2022), yang menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pasien penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi meningkat hingga 30% setelah mendapatkan edukasi dan pendampingan motivasional. Beberapa puskesmas juga telah menerapkan program edukasi berbasis motivasi dalam penanganan penyakit tidak menular (PTM), dengan hasil yang cukup menjanjikan dalam membentuk perilaku hidup sehat.
Mekanisme Motivasi dalam Proses Penyembuhan
Motivasi membantu pasien:
- Menjalani pengobatan secara disiplin. Pasien yang yakin akan kesembuhannya cenderung lebih patuh pada jadwal obat dan kontrol rutin.
- Mengelola stres dan emosi negatif. Motivasi memberikan kekuatan mental untuk tidak menyerah ketika menghadapi efek samping atau kambuhnya penyakit.
- Membangun harapan dan tujuan hidup. Harapan menjadi elemen penting dalam menjaga energi psikis agar tidak runtuh saat menghadapi masa penyembuhan yang panjang.
Dalam pendekatan biopsikososial, seperti yang dipopulerkan oleh Engel (1977), penyembuhan tidak cukup hanya secara biologis, tapi juga memerlukan keseimbangan psikologis dan dukungan sosial. Di sinilah motivasi menjadi pengikat antara ketiganya.
Kesembuhan bukan hanya perkara obat dan prosedur medis. Motivasi hidup yang kuat dapat menjadi “obat psikis” yang mempercepat pemulihan, memperbaiki kualitas hidup, dan mendorong seseorang untuk tidak menyerah. Sudah saatnya dunia medis di Indonesia memberikan ruang lebih luas bagi pendekatan psikologis dan motivasional dalam proses penyembuhan. Maka, ketika seseorang menemukan alasan untuk sembuh, entah itu keluarga, impian, atau iman proses penyembuhan bukan lagi sekadar perawatan, tapi juga perjuangan penuh makna.