Berpikir Positif Saat Hidup Tidak Sesuai Rencana
OPINI:
Petra Christian Nugraha
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
Ketika harapan dan rencana hidup tidak lagi sejalan dengan kenyataan, sering kali muncul rasa kecewa, cemas, bahkan putus asa. Namun, fase hidup yang tidak sesuai dengan rencana sesungguhnya menyimpan potensi untuk tumbuh, asalkan kita memilih untuk menerapkan pola pikir positif dengan bijak. Ketidakpastian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan ruang untuk menemukan versi diri yang lebih kuat dan tangguh.
Salah satu langkah awal untuk tetap optimis adalah dengan melihat ketidakpastian sebagai ruang untuk berkembang. Saat segala sesuatunya terasa tidak berpihak, kita mudah terjebak dalam narasi negatif seperti “Saya gagal,” “Hidup saya berantakan,” atau “Saya tidak kompeten.” Padahal, menurut tulisan di Life Management Science Labs, mengubah cara pandang melalui teknik reframing atau pembingkaian ulang dapat mengubah ketakutan menjadi peluang untuk belajar. Ketidakpastian memberi kita kesempatan untuk mengeksplorasi ide baru, menciptakan versi diri yang berbeda, dan tumbuh dari kegagalan. Misalnya, daripada mengatakan “Saya gagal,” kita dapat menggantinya dengan kalimat “Saya sedang belajar dari pengalaman ini.” Buatlah daftar pembelajaran dari setiap kegagalan untuk mengetahui apa saja yang bisa dimanfaatkan di kesempatan berikutnya.
Selain itu, kita juga bisa menerapkan model learned optimism yang diperkenalkan oleh Martin Seligman, pelopor psikologi positif. Mengutip Verywell Mind, model ABCDE (Adversity, Beliefs, Consequences, Disputation, Energization) adalah pendekatan sistematis dalam menghadapi tantangan. Kita mulai dengan mengidentifikasi kesulitan atau peristiwa yang memicu stres, lalu menyadari keyakinan negatif yang muncul di benak kita. Setelah itu, perhatikan dampak emosional dan perilaku dari keyakinan tersebut. Langkah selanjutnya adalah mempertanyakan kembali keyakinan itu dengan kritis, misalnya dengan bertanya “Apakah benar saya tidak mampu?” Tahap terakhir adalah mengganti keyakinan lama dengan afirmasi yang lebih realistis, seperti “Saya mampu belajar.” Pendekatan ini membantu mengarahkan energi kita untuk fokus pada solusi, bukan pada keterpurukan.
Konsep lemonading yang dikembangkan oleh peneliti di Oregon State University juga merupakan strategi yang layak dicoba. Gagasan ini menekankan pentingnya menemukan sisi positif dari setiap tantangan tanpa mengabaikan emosi negatif yang menyertainya. Menurut Daily Telegraph, lemonading mendorong kita untuk terlebih dahulu mengakui perasaan kecewa atau sedih, kemudian mencari pelajaran dan tindakan yang bisa dilakukan. Misalnya, ketika gagal dalam seleksi kerja, kita bisa mengevaluasi dan memperbaiki keterampilan yang masih perlu ditingkatkan. Jika sebuah proyek tertunda, waktu luang yang ada bisa dimanfaatkan untuk membangun jaringan atau memperdalam pengetahuan.
Meski berpikir positif itu penting, kita juga harus berhati-hati terhadap jebakan toxic positivity, yaitu sikap optimisme yang berlebihan dan tidak realistis. Dorongan untuk selalu merasa bahagia dalam segala situasi justru bisa menekan emosi negatif yang sah untuk dirasakan. Menurut penjelasan di Wikipedia, toxic positivity adalah kecenderungan untuk terus menunjukkan kebahagiaan walaupun situasi menuntut ekspresi kesedihan atau kemarahan. Hal ini dapat menghambat proses penyembuhan dan pengelolaan emosi yang sehat. Oleh karena itu, penting untuk mengizinkan diri merasakan emosi negatif, seperti dengan menulis jurnal, berbicara dengan teman, atau berkonsultasi dengan profesional. Setelah emosi diakui, barulah kita dapat mulai menerapkan strategi berpikir positif yang lebih realistis.
Langkah terakhir yang tidak kalah penting adalah menguatkan rasa percaya diri dengan menetapkan tujuan-tujuan kecil. Ketika tujuan besar terasa jauh, membaginya menjadi target-target yang lebih kecil dan terukur dapat memberikan rasa arah dan motivasi. Menurut Chan Hellman dalam artikel di Time.com, harapan akan tumbuh ketika kita memiliki tujuan yang jelas, menemukan cara untuk mencapainya, dan memiliki motivasi untuk terus melangkah. Cobalah menetapkan satu atau dua target spesifik setiap hari atau minggu, lalu rayakan setiap pencapaian kecil. Keberhasilan-keberhasilan kecil ini akan membentuk pondasi rasa percaya diri yang lebih kuat.
Hidup yang tidak sesuai rencana bukanlah akhir dari cerita, melainkan undangan untuk mengeksplorasi kekuatan diri melalui pola pikir positif yang realistis. Dengan mengubah cara pandang, menerapkan optimisme yang terlatih, mempraktikkan konsep lemonading, menghindari jebakan toxic positivity, dan memperkuat semangat lewat pencapaian kecil, kita bisa menghadapi ketidakpastian dengan lebih mantap. Justru dalam masa-masa sulit, berpikir positif dapat menjadi kunci untuk membuka peluang baru dan menumbuhkan versi terbaik dari diri kita.