KAMMI Imbau Pemerintah Hentikan Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung

Diterbitkan oleh pada Senin, 1 Februari 2016 07:54 WIB dengan kategori Nasional dan sudah 1.404 kali ditampilkan



 

Dengan anggaran Rp 79 Triliun, pemerintah semestinya bisa melakukan pemerataan pembangunan infrastruktur di beberapa daerah Indonesia lain yang lebih membutuhkan. Hal itu juga perlu diperhatikan pemerintah demi menghapus kesan bahwa pembangunan hanya terpusat pada Jawa (Jawa-sentris).  

 

Ketua Umum Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) Kartika Nur Rakhman dengan tegas mengatakan bahwa proyek itu tidak layak diteruskan karena begitu banyak masalah dari proses awal digulirkan hingga tahap groundbreaking. Kesan yang timbul kemudian, menurut Nur Rakhman, adalah proyek tersebut terlalu dipaksakan betul.

 

“Seakan itu semua dengan cara apapun harus jalan. Entah ada deal apa antara Kemeterian BUMN deal dengan PT Kereta Cepat Indonesia-Cina (KCIC) sebagai pengembang kereta cepat Jakarta-Bandung ini. Berhentilah jual negara sana sini dengan tipu-tipu rakyat terus,” tegasnya.

 

Sementara itu, Ketua Departemen Hukum dan HAM PP KAMMI Irawan Malebra berpendapat, menurut kajiannya, proyek ini sebenarnya belum memenuhi prasyarat sebagaimana tersebut dalam pasal 32 UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yakni perlu adanya kewajiban memiliki izin usaha dan operasi sarana perkeretaapian bagi penyelenggara. Hal serupa juga pernah dikatakan oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, bahwa ada dua izin utama yang harus diselesaikan dahulu, yaitu perjanjian penyelenggara sarana kereta cepat dan perjanjian konsesi. Keduanya diperlukan untuk menjamin bahwa proyek kereta cepat tidak akan menjadi beban pemerintah Indonesia seandainya berhenti di tengah jalan.

 

“Tetapi, justru hal ini menjadi polemik lagi ketika kita perhatikan adanya inskonsistensi dari pemerintah sebagaimana  tertuang dalam Perpres No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Di sana  disebutkan bahwa negara dapat menjamin proyek strategis nasional. Hal itu kemudian menimbulkan konflik norma hukum dengan Perpres 107 tahun 2016 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat yang didalamnya tidak menyebutkan ada jaminan negara maupun dana APBN,” jelas Irawan.

 

Pada titik ini, lanjutnya, menjadi keliru alasan awal Menteri Rini Soemarno menggandeng PT KCIC karena tanpa jaminan. Kemudian, setelah keluar Perpes No 23 tahun 2016 itu, PT KCIC meminta jaminan untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dituangkan dalam konsesi pengelolaan prasarana kereta cepat.

 

“Dari sana dapat diduga ada main serong antara pihak-pihak terkait proyek ini,” singgungnya.

 

Oleh karena itu, Irawan juga sepakat jika proyek kereta cepat itu dihentikan sekarang juga demi menghindari masalah yang akan timbul di masa depan.

“Sudah terlihat jelas kok pihak PT KCIC sudah memasang kuda-kuda dan pesimis proyek ini dapat selesai dengan baik. Mari cukupkan dominasi Tiongkok dalam ikut campur lebih dalam urusan vital rumah tangga negeri ini,” tutupnya.