Apa yang Salah dengan Pendidikan Saat Ini?

Diterbitkan oleh pada Rabu, 13 Januari 2016 16:05 WIB dengan kategori Opini dan sudah 2.858 kali ditampilkan

Belakangan ini kita pasti tahu bahwa banyak sekali anak-anak sekolah yang nilainya jelek atau tidak baik disekolahnya,tetapi para orang tua jangan khawatir dengan nilai anak jelek disekolah, tidak menutup kemungkinan untuk anak tersebut tidak sukses. Karena masa depan tidak di tentukan sekolah. Sekarang yang menjadi pertanyaan kita, apasih yang membuat nilai sekolah anak menjadi jelek ?


Menurut saya karena di jenjang sekolah, anak tidak diberikan kebebasan untuk memilih pelajaran yang dia sukai atau yang dia mampu. Malah anak harus mempelajari semua pelajaran yang di tentukan oleh sekolah, dan itu jumlahnya tidak sedikit kira-kira 10-15 mata pelajaran.

 

Jadi yang kita lihat disini, apasih yang ingin dibentuk sekolah ? itu menjadi pertanyaan besar bagi kita. Mungkin jawabannya para guru-guru disekolah ingin melihat anak muridnya bisa sukses kedepannya dengan nilai bagus di sekolah, bukan dengan nilai yang jelek. Tapi menurut saya dengan kita harus memiliki nilai bagus kesannya agak memaksakan, ya karena mau tidak mau kita harus mendapatkan nilai bagus agar bisa naik kelas, karena dengan nilai jelek otomatis pasti kita tidak bisa naik kelas. Ya dari situ sudah memaksa kesannya, kalau iya anak tersebut mampu, kalau tidak bagaimana? Pasti dia akan tinggal kelas, kalau bagi anak yang mampu tentu tidak jadi masalah mendapatkan nilai bagus dengan jumlah mata pelajaran yang begitu banyak.

 

Apasih yang harus dirubah ? apa mungkin sekolahnyan ? kalau menurut saya mungkin sistemnya saja yang harus dirubah. Jadi gini, mengapa tidak sejak kecil ketika anak masih di bangku SD atau sekolah dasar, kita lihat dulu beberapa lama, pelajaran apa yang paling anak tersebut sukai lalu kita pisahkan kelasnya. Contoh anak tersebut lebih menyukai pelajaran matematika, maka guru berikan pelajaran matematikanya lebih banyak dari pelajaran yang lain, dan jika dia menyukai pelajaran sejarah, maka berikan dia pelajaran sejarah yang banyak. Jadi kesannya seperti orang kuliah, tapi diterapkan sejak kecil, kalau sejak kecil anak itu sudah dijuruskan ke pelajaran apa yang dia sukai atau kuasai, bukan di jejalkan dengan semua pelajaran yang dia suka atau tidak suka, harus bisa dan harus hafal. 

 

Sedangkan guru saja tidak tidak mengajar semua mata pelajaran, pasti setiap mata pelajaran berbeda gurunya ada bidang studinya masing-masing, toh kenapa anak muridnya harus mempelajari semua mata pelajaran tersebut?. Anehnya kalau kita ambil guru yang mengajar pelajaran sejarah atau geografi, lalu kita test untuk mengerjakan soal pelajaran matematika, saya rasa guru tersebut tidak bisa mendapatkan nilai yang bagus atau nilainya jelek. Lantas kenapa anak muridnya di paksakan harus nilai bagus dengan jumlah  mata pelajaran yang banyak. Kalau gurunya saja hanya menguasai satu mata pelajaran, kenapa anak muridnya harus menguasai semua pelajaran ? Ya mungkin untuk dasar katanya. Tapi ketika udah dewasa sang guru pun sadar dia tidak menggunakan ataupun memerlukan ilmu/pengetahuan yang diberikan semasa kecil. Betul tidak ? anda sendiri yang bisa menjawabnya.

 

Belum lagi anak-anak di bebani dengan UN, yang pelaksanaannya jelas lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya selalu di pertahankan untuk alasan yang tidak jelas. Bahkan ironisnya lagi, UN telah mengajarkan bangsa ini bagaimana berlaku curang dan menipu. Gilanya lagi peserta UN dikawal dan di amati setiap detik melaluin CCTV. Seperti teroriskan. Cara cara gila inin begitu dibangga-banggakan oleh pemerintah bahkan institusi pemerintah sendiri. Padahal metode ini punya dampak physicology bagi para pelajar dimana UN benar-benar menjadi beban yang sangat berat. 

 

Kenapa kita tidak mencontoh sistem pendidikan di negara Finlandia yang menjadi kiblat pendidikan di dunia. Salah satunya dimana setiap pelajar di finlandia di beri otonomi khusus untuk menentukan jadwal ujiannya untuk mata pelajaran yang dia kuasai. Sistem inilah yang dipertahankan oleh Finlandia hingga akhirnya berhasil mengantarkan negara ini berada pada posisi puncak sebagai negara yang paling berhasil mengelola pendidikan nasionalnya. Jika di Indonesia percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, Finlandia  justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuasn belajar siswa. Terlalu banyak ujian membuat kita cenderung mangajarkan kepada siswa untuk semata lolos dari ujian saja.

 

Finlandia tidak pernah membebani muridnya untuk hal hal yang kurang bermutu atau mengurangi ke-kreativitasan seorang anak setelah meninggalkan sekolah. Maka, tugas-tugas (PR), les tambahan dan bimbingan ini dan itu nyaris tidak pernah ada di Finlandia. Bagaimana dengan Tanah Air? Tekanan yang begitu berat sangat terasa apalagi menjelang ujian nasional.

 

Setiap murid selalu diberi les tambahan yang berlebihan, pelajar di wajibkan mengikuti Tryout hampir tiap bulan dengan alasan untuk mengukur kemampuan siswa. Dirumah disuguhi lagi dengan tugas-tugas berat bahkan ada lagi menu les tambahan yang ditawarkan padahal nuansa bisnisnya lebih terasa daripada urgensinya bagi peserta didik. Repot bukan?

 

Alhasil, pelajar tanah air lahir dan besar tanpa pernah mempergunakan otaknya untuk berkreativitas. Generasi muda pun besar penuh dengan tekanan. Jadi jangan heran, walaupun lulus UN 100 persen ternyata persentasi lulus SMPTN berbanding terbalik dengan kelulusan UN. Inilah setidaknya potret pendidikan kita dewasa ini. Indonesia jatuh kepada tingkat kekhawatiran yang terlalu berlebihan. Alih-alih untuk mencerdaskan bangsa tetapi cara-cara yang dilakukan justru mengantarkan bangsa ini kelembah kehancuran.

Oleh karena itu kita harus berbenah dengan sistem pendidikan kita saat ini. Kita rubah sistemnya seperti yang di jalankan negara Finlandia. Memang tidak mudah, tetapi kalau kita semua berusaha pasti bisa, terutama kepada pemerintah, kami semua berharap agar adanya perubahan di sistem pendidikan kita yang saya rasa saat ini masih semberauk.