Pasca Meninggalnya Ananda Saat MPLS Pemerintah Bali Sepakat Ubah Sistem Pendidikan
BALI, -- Pasca kasus dugaan kekerasan saat MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) salah satu SMA di Bali KPAI melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah provinsi Bali dan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait, termasuk perwakilan sekolah yang bersangkutan, di kantor Gubenur Bali.
Rapat koordinasi dipimpin langsung oleh Asisten Gubenur Bidang Pemerintahan dan Kesra, IB Kade Subhiksu. Selasa (7/8/2081) terkininews.com
Seluruh pihak yang hadir Dalam rapat koordinasi tersebut, bersikap sangat kooperatif dan mendukung pengungkapan kasus yang sedang diawasi KPAI.
“Sayangnya, Kepala sekolah tidak hadir karena sedang mengikuti pertukaran kepala sekolah yang merupakan program Kemdikbud. Kepala Dinas Pendidikan juga tidak hadir dan diwakili oleh Kepala Bidang SMA, namun disayangkan yang bersangkutan kurang memahami permasalahan dan cenderung defensive seperti pihak sekolah,” ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan.
Pada rapat pengawasan itu juga akhirnya menghasilkan beberapa poin kesepakatan antara lain KPAI menyampaikan apresiasi terhadap pemerintah provinsi Bali yang sangat kooperatif dalam menerima dan memfasilitasi KPAI berkoordinasi untuk meminta keterangan-keterangan OPD terkait, seperti Dinas Pendidikan Provinsi, Perwakilan SMA yang bersangkutan, Inspektorat Provinsi Bali, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) tingkat kota dan provinsi, serta KPPAD (Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah) Provinsi Bali.
Kemudian pihak sekolah juga mengakui bahwa ada penugasan-penugasan selama MPLS berlangsung yang diberikan oleh panitia dari OSIS yang diketahui dan disetujui oleh panitia guru di sekolah tersebut.
Penugasan di dominasi oleh menulis karangan yang semuanya WAJIB ditulis dengan tangan (bukan diketik) di kertas double folio, membuat poster, membuat karikatur, menulis puisi, anekdot, dan tugas-tugas tersebut terdiri atas tugas individu dan tugas kelompok.
Tugas-tugas individu rata-rata dikerjakan di rumah. Karena banyaknya tugas yang harus ditulis tangan, diperkirakan rata-rata seorang anak mengerjakan tugas itu hingga pukul 03.00 wita dinihari dan sudah harus tiba di sekolah pukul 5.30 wita, dan pulang pukul 14.30 wita selama MPLS berlangsung. Adapun tugas-tugas berat yang dimaksud adalah:
Tugas untuk 17 Juli 2018, yaitu membuat laporan hari pertama MPLS (2 halaman double folio), membuat karangan bertema bullying di sekolah (minimal 2 halaman double folio); membuat karangan tentang remaja dan komitmen untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (minimal 3 halaman double folio), membuat karangan pendidikan karakter dalam kemajemukan Indonesia (minimal 2 halaman double folio), menuliskan materi serta pembelajaran hari ini (minimal 2 halaman double folio), membuat karangan tentang kesalahan dalam melaksanakan MPLS (minimal 2 halaman double folio) dan masih membuat tugas yang wajib di upload di Instagram dengan Bahasa Bali.
Tugas untuk 18 Juli 2018 tidak kalah beratnya, yaitu membuat esai dengan tema “The impact for the use of cellphones and the internet for the student (minimal 3 halaman double folio); membuat esai bertema “The Role of Teenagers in preventing HIV/AIDS (minimal 2 halaman double folio); menulis esai tentang “Utsaha para Yowanane ngelestariang budaya Bali ring aab jagat aab jagat sekadi mungkin (minimal 3 halaman doub;e folio); menulis esai “Nganggen Basa Bali ring kauripan sadina-dina (minimal 2 halaman double folio); menuliskan materi serta pembelajaran apa yang anda dapat hari ini (minimal 3 halaman double folio); menuliskan kesalahan yang telah anda lakukan hari ini serta apa konsekuensinya terhadap kesalahan tersebut (minimal 2 halaman double folio) . Semua tugas wajib dikumpulkan keesokan harinya.
Tugas untuk tanggal 19 Juli 2018, yaitu membuat esai dengan tema “Denpasar Sebagai Kota Berwawasan Budaya” (minimal 3 halaman double folio); menulis esai bertema “Siswa SMA Kota Denpasar sebagai Trendsetter Pelestarian Budaya Bali (minimal 2 halaman double folio); menulis karangan tentang pengetahuan peserta didik baru tentang sekolahnya mencakup guru-guru, lingkungan sekolah, dll (minimal 2 halaman double folio).
Tugas untuk tanggal 20 Juli 2018, yaitu membuat puisi bertemakan MPLS di sekolah (minimal 3 bait, dimana 1 bait mengandung 6 baris); dan membuat anekdot bertemakan masalah-masalah yang ada di kota Denpasar (minimal 1 halaman double folio).
Meskipun di setiap lembaran penugasan yang menggunakan kop sekolah tertulis bahwa tidak ada unsur paksaan dalam pembuatan tugas dan hukuman bagi yang tidak menyelesaikan tugas adalah menyanyikan lagi hymne dan Mars Sekolah atau menyanyikan lagu Indonesia Raya 3 stanza.
Namun kenyataannya, peserta MPLS berjuang keras untuk mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Bahkan, KPPAD Bali dan P2TP2A Kota Denpasar juga menemukan fakta beberapa siswa baru yang jatuh sakit setelah mengikuti kegiatan MPLS di sekolah tersebut.
“Kekerasan tidak selalu hukuman fisik, namun memberikan tugas-tugas diluar batas kemampuan seorang anak juga merupakan bentuk kekerasan yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan psikis (ketakutan dihukum serta ketakutan dinilai tak pantas menjadi anak unggulan) dan dapat dikategorikan sebagai kekerasan fisik (anak kelelahan menulis tangan berlembar-lembar double folio), sehingga jam tidur dan istirahat anak terganggu. Karena tidak semua anak memiliki ketahanan tubuh dan kekuatan yang sama dalam mengelola stress, maka kegiatan MPLS ini diduga kuat menyebabkan seorang siswi meninggal dunia,” urai Retno.
KPAI mengapresiasi kinerja Kepala P2TP2A Provinsi Bali, Lely Setyawaty yang sudah mendapatkan data-data psikologis dan data kesehatan korban langsung dari pihak keluarga. Menurut Dokter Lely, Ananda korban memang seorang yang perfeksionis dalam menyelesaikan tugas dan type anak yang tidak mau dihukum dalam bentuk apapun. Sehingga ananda memang berjuang keras menyelesaikan semua tugas dengan sebaik-baiknya.
Ananda korban, diduga mengalami kelelahan fisik yang luar biasa, juga stress karena tekanan tugas yang banyak. Menurut keterangan medis yang diperoleh Kepala P2TP2A dari keluarga, diduga kuat ananda mengalami masalah pada jantung yang kinerjanya tidak beraturan seperti biasanya karena dipicu factor kelelahan dan kurang tidur yang dialami ananda selama MPLS berlangsung. Sebelum meninggal, ananda sempat mengalami kejang-kejang.
KPAI juga mengapresiasi Komisioner KPPAD Bali bidang pendidikan, I Made Ariasa yang juga berhasil menemui keluarga korban dan memperoleh penjelasan bahwa Ananda pada MPLS hari terakhir meminta dibangunkan orangtuanya pukul 02.00 wita untuk menyelesaikan tugas membuat puisi.
Saat dibangunkan itulah, kondisi kesehatan Ananda drop dan sempat mengalami kejang-kejang. Pihak keluarga mengakui bahwa ananda memang mengalami kelelahan luar biasa selama mengikuti MPLS.
I Made Ariasa juga mengungkapkan bahwa keluarga korban memang mengikhlaskan semua ini dan tidak akan menuntut apapun kepada pihak sekolah, namun keluarga korban berharap kejadian ini menjadi pembelajaran pihak sekolah agar tidak ada korban lagi ke depannya.
Adapun Rencana Tindak Lanjut, KPAI bertemu dan berdialog langsung dengan Gubenur Bali terpilih periode 2018-2023, I Wayan Koster dan menyampaikan hasil pengawasan KPAI dan KPPAD Provinsi Bali terkait kasus kekerasan di MPLS, agar kedepannya ada pembenahan dan evaluasi system di dunia pendidikan Bali agar mengedepankan perlindungan anak.
KPAI dan KPPAD Bali mengapresiasi sambutan hangat dan respon positif dari Gubenur Bali terpilih,I Wayan Koster dalam kasus ini, bahkan beliau menyampaikan kesediaannya menjalankan rekomendasi KPAI dari hasil pengawasan. Selain itu, KPAI dan KPPAD Bali kedepannya juga akan terus memberikan masukan kepada Gubenur Bali terkait upaya-upaya penyelenggaraan perlindungan anak di Bali.
“KPAI menilai I Wayan Koster memiliki perfektif perlindungan anak, sehingga ada harapan kebijakannya kelak terutama di pendidikan akan berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak,”pungkas Retno
KPAI juga mendorong pihak Inspektorat Provinsi Bali melakukan pembinaan kepada jajaran sekolah yang bersangkutan dan Dinas Pendidikan Provinsi Bali terkait kasus meninggalnya siswi di salah satu SMA di Bali. KPAI juga mendukung rencana inpektorat melakukan monev MPLS di berbagai sekolah setiap tahunnya bersama OPD terkait di provinsi Bali. Inspektorat provinsi Bali juga melakukan investigasi terhadap kasus ini dan membenarkan beratnya tugas-tugas yang diberikan panitia MPLS di sekolah ananda korban. Namun, inspektorat mengaku belum meminta keterangan dari keluarga korban.
KPAI mendorong inspektorat Provinsi Bali menyelesaikan pemeriksaannya dan dapat menegakan aturan melalui pembinaan terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan kelalaian sehingga ada efek jera kepada pihak sekolah dan menjadi pembelajaran sekolah-sekolah lain untuk menyelenggaraan MPLS dengan gembira dan ramah anak. Pihak Dinas Pendidikan Provinsi Bali juga harus mendapatkan pembinaan agar memiliki perhatian dan pengawasan lebih seksama saat MPLS di wilayah kewenangannya.
Selanjutnya dari hasil pengawasan, KPAI akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) serta Kementerian Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) untuk memastikan penyelenggaraan perlindungan anak di sekolah-sekolah. Lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi peserta didik, program sekolah ramah anak (SRA) perlu terus digalakan. (*)