Simalakama Megaproyek Pelabuhan Malarko

Diterbitkan oleh Redaksi pada Jumat, 1 Oktober 2021 13:08 WIB dengan kategori Headline Karimun Liputan Khusus dan sudah 2.140 kali ditampilkan

KARIMUN - Dusun Pelambung, Desa Pongkar, Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau Kamis (30/9/2021) sore cukup sepi. Langit masih mendung meski hujan mengguyur sejak pagi sudah reda..

Hanya beberapa nelayan saja tampak duduk-duduk di warung kecil tidak jauh dari pelantar tempat bersandar kapal nelayan.

“Beginilah kampung kami. Coba kalau pelabuhan (malarko) itu selesai dan berfungsi. Mungkin nasib kami tak macam ni,” ucap seorang seorang nelayan sampan, Atan ketika ditanya soal konstruksi dermaga yang memanjang ke laut, tidak jauh dari pelantar tempat bersandar pompong-pompong (kapal kayu kecil bermesin temple-red) nelayan.

Dari jauh, konstruksi dermaga itu tampak suram karena cuaca mendung. Bangunan berupa tiang-tiang pancang sebagai pondasi dermaga memanjang ke arah laut.

Sebuah jalan dua jalur dengan aspal mulus sudah terhubung menuju lokasi pelabuhan yang belum rampung ini.

Sebagai bagian dari Kawasan Perdagangan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ) Karimun, Desa Pongkar  berjarak sekitar177  kilomeeter   dari  pusat kota  Tanjung  Balai Karimun terletak di bagian tenggara Pulau Karimun Besar masih jauh tertinggal dibandingkan Desa Pangke atau Pangke Barat di Kecamatan Meral dan Meral Barat.

Ketiga desa itu sama-sama berada di kawasan FTZ, tapi Desa Pangke dan Pangke Barat jauh lebih berkembang ditandai banyaknya perusahaan-perusahaan besar di sana..

“Itulah pak. Kami ingin sekali melihat pelabuhan ini jadi. Pasti anak-anak kami bisa dapat pekerjaan yang layak, tidak perlu jauh-jauh cari kerja,” kata Atan lagi.

Proyek Strategis

Menurut Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun, Pelabuhan Malarko merupakan proyek strategis maritim untuk mendorong pengembangan investasi.

Wakil Kepala BP Kawasan Karimun, M Ikbal, mengatakan jika lokasi pelabuhan Malarko sangat strategis karena berada di jalur perdagangan Selat Malaka, dan berbatasan dengan Singapura dan Malaysia.

“Artinya lokasi ini adalah yang paling tepat karena berada pada jalur Selat Malaka," ujar Ikbal saat ditemui di kantornya, Selasa (29/9/2021).

Pelabuhan ini diproyeksikan sebagai Pelabuhan Samudera dan digadang-gadang menjadi pelabuhan terbesar di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Dengan begitu, pelabuhan ini dapat disinggahi kapal-kapal besar dengan fasilitas lengkap untuk ekspor dan impor serta dilengkapi dengan gudang penumpukan.

Jika beroperasi, keluaran atau throughput petikemas melalui Malarko diproyeksikan sebesar 400.000 teus per tahun dengan ekspekstasi bisa disandari kapal berukuran 10.000 GT ke atas. Dan saat ini, Pelabuhan Malarko sudah membangun causeway sepanjang 800×6 m2, dermaga 110x10 m2, dan fasilitas lainnya.

Sebagai pihak yang berkepentingan, BP Kawasan telah membangun akses jalan pada 2018 dan menelan anggaran APBN sebesar Rp40 miliar pada 2018. Tujuannya tentu untuk memperlancar arus barang jika pelabuhan itu beroperasi.

"Tapi itu juga belum selesai. Panjang jalan ke arah dermaga yang kita bangun pada 2018 lalu itu sekitar 600 meter dengan dua jalur. Tapi kita membangunnya itu dari Pongkar sampai ke Pelambung," kata dia.

Menyoal kelanjutan pembangunannya, Ikbal juga tidak menafikan bahwa banyak investor yang menanyakan terkait rencana lanjutan pembangunan pelabuhan peti kemas yang disebut-sebut terbesar di Kepri tersebut.

"Kita selalu menunjuk itu, walaupun itu belum jadi. Bahwa itulah lokasinya," bebernya.

Proyek ini juga sejalan dengan visi misi kemaritiman Gubernur Kepri Ansar Ahmad dan Bupati Karimun Aunur Rafiq.

Tidak dapat ditampik pula bahwa Pelabuhan Malarko merupakan proyek strategis nasional di daerah terdepan dan perbatasan, sejalan dengan Program Tol Laut Presiden Joko Widodo.

Proyek ini selaras dengan Peraturan Presiden No 70 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan, sebagai pengganti Perpres No 106 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Publik untuk Angkutan Barang di Laut.

Kronologi Proyek Malarko

13 tahun berlalu, cerita panjang pembangunan Pelabuhan Petikemas Malarko belum berakhir. Proyek multiyears ini telah menelan anggaran sebesar Rp209,47 miliar namun masih terbengkalai.

Proyek Malarko sejatinya dibangun dengan sistem sharing, untuk pembangunan sisi darat dibangun dengan APBD, dan sisi laut dengan APBN.

Data dihimpun dari berbagai sumber menjelaskan, Pelabuhan Malarko mulai dibangun pada 2008. Berdasarkan pengumuman lelang No 01/P/PL/F/SK.PFPM/V/2008 yang ditebitkan salah satu media nasional pada 3 Juni 2008, Satuan Kerja Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut Pulau Terluar Kepulauan Riau (Satker Pembangunan Faspel Laut Pulau Terluar Kepri), mengadakan lelang umum tidak mengikat dengan pascakualifikasi untuk pengerjaan fasilitas Pelabuhan Laut Malarko tahap I, dengan pagu DIPA sebesar Rp27,105 miliar, dan seleksi umum tidak mengikat dengan prakualifikasi untuk pekerjaan pengawasan pembangunan fasilitas Pelabuhan Malarko tahap I sebesar Rp695 juta. Dana itu secara keseluruhan bersumber dari Dana APBN/DIPA TA 2008 Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan.

Pada 2 Juni 2009, pemerintah pusat kembali menggelontorkan dana untuk kontrak paket Supervisi Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut Malarko Tahap II sebesar Rp 476.465.009.

 

Kemudian April 2010 menurut pengumuman pengadaan jasa konsultasi tidak mengikat No: PL.01/PFPL-MLK/IV-2010, panitia pengadaan barang dan jasa Satker Pembangunan Faspel Laut PulauTerluar Kepri, kembali mengadakan lelang paket Pengadaan Jasa Konsultansi Supervisi Lanjutan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut Malarko yang bersumber dari dana APBN DIPA TA. 2010 dengan pagu anggaran sebesar Rp450 juta.

Di tahun yang sama berdasarkan panitia Satker Pembangunan Faspel Laut Pulau Terluar Kepri mengumumkan pengadaan jasa borongan tidak mengikat No: PL.02/PFPL-MLK/IV-2010 dengan pagu sebesar Rp 19,5 miliar.

Selanjutnya  14 Maret 2011 berdasarkan pengumuman pelelangan No: 01/P/PAN-MLK/03/2011, lelang pengadaan barang dan jasa kategori umum kembali dibuka, dengan sistem pascakualifikasi jasa konstruksi bidang sipil, sub bidang dermaga dan perawatan dengan pagu sebesar Rp33.040.825.000.

Sedangkan untuk pekerjaan supervisi lanjutan, jasa pengawasan konstruksi bidang jasa inspeksi teknik, sub bidang layanan jasa engineering fase konstruksi dan instalasi pekerjaan teknik sipil dianggarkan dengan pagu Rp716 juta.

Pada 7 Maret 2012 panitia Satker Pembangunan Faspel Laut Pulau Terluar Kepri kembali mengumumkan lelang No: UK.02/PAN/KSL MLRK/III/PHB-12, untuk pengadaan Jasa Konsultansi Supervisi Lanjutan Pembangunan Faspel Laut Malarko  Kepri TA.2012 sebesar Rp850.000.000.

Terakhir, pada 9 Maret 2012, panitia kembali menerbitkan pengumuman lelang dengan pascakualifikasi No : UK.02/PAN/KTR-MLRK/III/PHB-12. Lelang tersebut dibuka untuk paket Jasa Konstruksi Lanjutan Pembangunan Faspel Laut Malarko Kepri TA.2012, dengan lingkup pekerjaan berupa pembangunan trestle (162 x 9) m2, pekerjaan pembangunan talud 123 meter, i total anggaran APBD 2012 yang dikucurkan sebesar Rp 49.142.500.000.

Aspek Hukum

Dalam aspek hukum, proyek Pelabuhan Malarko rentan menimbulkan masalah. Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) sempat mengembalikan anggaran sebesar Rp50 miliar untuk melanjutkan proyek tersebut.

Pihak KSOP mengajukan kepada media saat itu sempat mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan permintaan audit fisik kepada Dirjen Perhubungan Laut.

Alasannya, karena tanah di sisi darat Pelabuhan Malarko belum bersertifikat. Hanya saja KSOP tidak mengatakan apakah ada kesalahan dalam proses pembangunannya. Sebab, area yang dibangun adalah wilayah laut berupa tiang-tiang pancang.

Gubernur Kepri semasa dijabat Nurdin Basirun juga pernah berkomentar dan menyayangkan kenapa anggaran untuk melanjutkan pembangunan Malarko dikembalikan ke pusat.

“Saya ditanya Menteri Perhubungan kenapa anggaran sebesar Rp50 miliar itu dikembalikan. Ini tentu sangat disayangkan kenapa anggaran itu dikembalikan,” kata Nurdin dikutip dari laman kepri.antaranews.com.

Terkait hal itu, pihak KSOP Kelas I Tanjung Balai Karimun ketika ditemui Selasa (28/9/2021) enggan menanggapi persoalan Proyek Pelabuhan Malarko.

"Tadi saya sudah koordinasi dengan pimpinan (Kepala KSOP), kami belum bisa memberikan keterangan,” kata Humas KSOP Kelas I Tanjung Balai Karimun Edi Purnomo.

KSOP Tanjung Balai Karimun juga tidak bersedia menjelaskan kapan pembangunan pelabuhan Malarko dimulai, apakah kembali dianggarkan oleh Kementerian Perhubungan.

"Kalau soal Malarko, kami tidak mau berkomentar. Itu kewenangan pusat (Kementerian Perhubungan). Lagi pula pimpinan juga masih baru dan Pelaksana Tugas, belum mengetahui persoalannya," katanya menegaskan.

Secara terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Karimun, Meilinda, juga belum bersedia berkomentar terkait proyek pelabuhan Malarko, dengan alasan baru bertugas di Karimun.

“Karena saya masih baru dan saya pelajari dulu ya pak Rusdianto,” kata Meilinda.

Namun demikian, Kepala Seksi Intelijen Kejari Karimun Martua Susanto berpendapat perlu dilakukan audit hukum terlebih dahulu untuk melihat sejauh mana realisasi (pekerjaan) yang sudah dikerjakan.

“Apa impact-nya. Bagaimana pengerjaannya. Itu namanya audit hukum. Mungkin nanti setelah audit hukum itu dilakukan, ini akan menjadi bahan pertimbangan untuk meneruskan atau bagaimana. Kan ini ‘kan masih belum selesai pengerjaannya,” jelasnya.

Martua menjelaskan, bahwa untuk melakukan audit hukum itu diperlukan bahan dan data.

“Nah bahannya itu yang kita memang belum ada. Mungkin ada, tapi filenya sudah di bawah-bawah. Dan kita harus bongkar dulu lah. karena setahu saya, Kasi Pidsus semasa dijabat Pak Rizky pernah melakukan itu,” ujar Martua yang baru beberapa bulan bertugas di Karimun.

Menyinggung soal perlunya pendampingan hukum, Martua mengatakan pendampingan hukum dilakukan untuk proyek yang masih berjalan. Sementara, Proyek Malarko sudah dikerjakan dan akan dilanjutkan kembali.

“Untuk dilanjutkan ini perlu dilakukan audit hukum, bisa dengan pemanggilan pihak-pihak terkait dan melakukan penilaian terhadap fisik pelabuhan yang telah dikerjakan. Apalagi proyek inikan terhenti sudah cukup lama tentu fisiknya sudah berkarat. Perlu tidak dilanjutkan, atau bagaiman,” terangnya.

Janji Menhub

Angin segar berlanjutnya Megaproyek Malarko kembali berhembus setelah Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi berkunjung ke Karimun pada awal Februari 2020 untuk meninjau proyek tersebut.

Kala itu, Menhub Budi Karya mengatakan bahwa dirinya diutus Presiden Joko Widodo untuk meninjau Pelabuhan Malarko, sebagai bagian dari Proyek Tol Laut.

Dalam kunjungannya, Menhub mengatakan, pembangunan Malarko akan dilanjutkan dengan estimasi anggaran sekitar Rp 200 miliar. Ia bahkan menargetkan Proyek Malarko selesai dan diresmikan Presiden pada 2021. Namun rencana ini batal karena pandemi COVID-19.

Menhub juga menyatakan, pengerjaan lanjutan Pelabuhan Malarko dilakukan dengan sistem sharing dengan pihak swasta, dan nantinya pelabuhan itu bisa dikelola BUMD, dalam hal ini PT Karya Karimun Mandiri.

Pada 1 April 2021, Menhub kembali meninjau Proyek Pelabuhan Malarko. Menhub kembali menegaskan bahwa Megaproyek Malarko dilanjutkan

Menhub menyatakan pengembangan Pelabuhan Malarko dikerjakan bersama-sama dengan  melibatkan pihak swasta, dengan konsep kerja sama pengelolaan (KSP) antara BUMD dan swasta dengan konsesi selama 30 tahun.

“Kita sudah sepakat, pelabuhan Malarko dikembangkan menjadi satu pelabuhan dengan konsep kerja sama pengelolaan yang konsesinya bisa 30 tahun,” kata Budi Karya dikutip dari laman jurnalterkini.id.

Menhub optimistis jika pelabuhan kontainer ini berjalan, perekonomian Karimun makin tumbuh dan pengembangan investasi makin pesat.

Menanggapi hal itu, Dirut PT Karya Karimun Mandiri (KKM) selaku BUMD Kepelabuhanan milik Pemkab Karimun, Yuwono berpendapat Pelabuhan Malarko dari sisi bisnis sangat menguntungkan karena pelabuhan itu akan menjadi pelabuhan bongkar muat kegiatan investasi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (FTZ), stored tank, Pelni dan tol laut, kontainer, ship to ship, green port, kegiatan usaha wisata, dan marina city.

“Kita siap mengelola jika diberi tugas untuk mengelola. Soal menggandeng pihak swasta juga kita siap. Asalkan dengan asas saling menguntungkan. Go Ahead,” ucapnya saat konfirmasi, Kamis (30/9/2021).

Namun sepengetahuannya, belum ada pihak swasta yang mengajukan kerjasama dalam pembangunan dan pengelolaan pelabuhan Malarko.

“Sementara swasta belum ada yang mengajukan (kerjasama),” jelas Yuwono yang belum lama dilantik sebagai Dirut KKM.

Sementara itu, Gubernur Kepri Ansar Ahmad merespon janji Menteri Perhubungan ini dengan cepat. Dalam wawancara saat berkunjung ke Karimun beberapa hari lalu menegaskan akan memprioritaskan penyelesaian Megaproyek Pelabuhan Malarko.

Bahkan Gubernur Ansar bersama Bupati Karimun Aunur Rafiq sudah bertandang beberapa pekan lalu ke Kementerian Perhubungan dan bertemu langsung dengan Menhub untuk kembali melakukan lobi agar proyek kemaritiman ini bisa dibangun dan selesai sehingga diharapkan dapat mendorong terwujudnya visi misi kemaritiman Pemprov Kepri maupun Pemkab Karimun.***( TIM VIII In House Training Jurnalistik Maritim.)