Sengketa Lahan Rasau Jaya Ungkap Lemahnya Tata Kelola Pertanahan

Diterbitkan oleh Redaksi pada Ahad, 5 Oktober 2025 15:38 WIB dengan kategori Daerah Editorial dan sudah 531 kali ditampilkan

KUBURAYA - TERKININEWS.COM – Sengketa lahan antara Koperasi Kelompok Pelestarian Sumber Daya Alam (KPASA) dan PT Rajawali Jaya Perkasa (RJP) di Dusun Tanjung, Desa Rasau Jaya Umum, Kabupaten Kubu Raya, kembali mencuat. Selama lebih dari lima tahun, konflik seluas ±105 hektar ini belum menemukan kepastian hukum, sementara hasil investigasi terbaru menyoroti lemahnya dasar legalitas yang digunakan perusahaan.

Dokumen HGU Belum Terdaftar BPN
Data Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kubu Raya menunjukkan hingga September 2025 tidak ditemukan Hak Guna Usaha (HGU) aktif atas nama PT RJP di Desa Rasau Jaya Umum. Lahan tersebut masih berstatus tanah negara bebas. Bahkan, permohonan pembaruan HGU yang diajukan sejak 2019 belum disetujui karena adanya klaim tumpang tindih dengan KPASA.

“Selama belum ada penetapan resmi, statusnya tidak bisa dikatakan milik perusahaan,” ungkap seorang sumber internal BPN Kalbar, Jumat (4/10/2025).

Posisi ini memperkuat klaim KPASA yang sejak 1998 telah mengelola lahan secara produktif berdasarkan izin desa.

Izin Usaha Perkebunan Belum Final
Dari sisi perizinan, PT RJP juga belum mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP) definitif. Perusahaan hanya memiliki rekomendasi prinsip investasi dari Pemkab Kubu Raya tahun 2018, yang sifatnya sementara dan tidak bisa dipakai untuk kegiatan komersial.

“Surat yang mereka miliki bukan IUP final. Itu hanya izin prinsip investasi,” ujar seorang warga Desa Rasau Jaya.

Kondisi ini berpotensi melanggar Pasal 47 UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Kejanggalan Peta dan Data Pertanahan
Investigasi juga menemukan ketidaksesuaian peta wilayah klaim PT RJP dengan batas administrasi Desa Rasau Jaya Umum. Peta digital perusahaan tidak tercatat di sistem pertanahan BPN. Sebaliknya, KPASA memiliki peta partisipatif tahun 2017 yang telah diverifikasi pemerintah desa dengan koordinat GPS jelas.

“Kami punya data pemetaan lengkap, dibuat bersama pemerintah desa. Batasnya jelas, bukan tanah perusahaan,” tegas Nasrun M. Tahir, Ketua KPASA.

Indikasi Pelanggaran Administratif
Analisis hukum-administratif menemukan tiga dugaan pelanggaran PT RJP:

  1. Klaim lahan tanpa HGU sah (PP 40/1996 Pasal 22).

  2. Aktivitas perkebunan tanpa IUP definitif (UU 39/2014 Pasal 47).

  3. Tidak mempublikasikan data pertanahan (Perka BPN 3/2011).

Jika terbukti, PT RJP terancam sanksi administratif hingga pidana korporasi sesuai UU 32/2009 tentang Lingkungan Hidup.

Desakan Audit dan Transparansi
KPASA mendesak BPN Kalbar melakukan audit terbuka atas seluruh dokumen PT RJP dan meminta aparat menunda penerbitan izin baru hingga sengketa selesai.

“Kami hanya minta kejelasan: tunjukkan alas hak dan izin sah mereka. Kalau tidak ada, hentikan aktivitasnya,” tegas Nasrun.

Rekomendasi Investigatif
Analisis menyarankan langkah strategis:

  • Audit transparan oleh BPN Kalbar.

  • Penundaan izin baru oleh Pemkab.

  • Pemanggilan direksi PT RJP oleh aparat hukum.

  • Publikasi data pertanahan sesuai UU KIP.

  • Perlindungan hukum bagi KPASA yang sudah mengelola sejak 1998.


Sengketa lahan Rasau Jaya memperlihatkan lemahnya tata kelola pertanahan daerah. Audit menyeluruh dan keterlibatan aparat huku